H. CHOLID MAHMUD:
PERLU FORMULA BARU DALAM
PERENCANAAN PEMBANGUNAN
“Pada masa orde baru, proses
perencanaan pembangunan menggunakan model GBHN, sedang pada pascareformasi sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang RI No. 25 Tahun 2004 proses perencanaan pembangunan menggunakan pola Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN). Kedua-duanya sebenarnya memiliki kelebihan dan
kekurangan. Olehkarena itu, ke
depan, perlu formula baru dalam perencanaan pembangunan nasional kita. Di
antara wacana yang kini berkembang: perencanaan pembangunan pola SPPN perlu
disinergikan dengan perencanaan perencanaan pembangunan model GBHN. Bentuk sinerginya bisa dilakukan
dengan menggabungkan kelebihan pada model GBHN dengan kelebihan
dengan pola SPPN,” Demikian diungkapkan oleh anggota MPR RI dari DIY, H. Cholid Mahmud dalam acara Sosialisasi Tata
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara: Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhinneka
Tunggal Ika di Aula Gedung DPRD Kabupaten Sleman, Sabtu malam, 16 April 2016.
Kegiatan Sosialisasi kali ini diikuti
tokoh Pemuda, tokoh masyarakat, dan tokoh profesi dari berbagai pelosok
Kabupaten Sleman bekerjasama dengan Yayasan Indonesia Satu Hati
Yogyakarta. Kegiatan yang digelar di tengah masyarakat dalam berbentuk ini merupakan
program MPR RI Tahap Kedua di Tahun 2016. Pada Tahun Program 2016 ini direncanakan MPR RI akan
melakukan kegiatan sosialisasi 5 tahap, dan kegiatan Dengar Pendapat dengan
Masyarakat 3 tahap.
Menurut Cholid Mahmud, “GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) pernah menjadi pola perencanaan
pembangunan di Indonesia selama 30 tahun atau 6 repelita (rencana pembangunan lima tahun). Sebagai pola perencanaan tentu memiliki kelebihan dan
kekurangan. Diantara kelebihan GBHN adalah kejelasan dalam menentukan tujuan
atau goal dan teori pembangunan sebagai
landasan serta tahapan-tahapan untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut. Faktanya dengan GBHN, Pemerintah Orde baru
berhasil swasembada pangan dalam lima belas tahun dan menekan laju pertumbuhan
penduduk menjadi 2.5% dari 5% sejak dekade 1970-an. Di sisi lain, GBHN juga mengandung
kelemahan dalam proses perencanaannya. Proses teknokratik dilakukan oleh Bappenas sangat dominan
sehingga dinilai sangat topdown dan mengabaikan proses partisipatif. Akibatnya, kepentingan pemerintah
pusat menjadi pokok perencanaan utama, sementara kepentingan daerah banyak terabaikan,” jelasnya.
“Sementara
perencanaan pembangunan pola SPPN dinilai syarat dengan penjabaran visi, misi,
dan program pasangan Presiden-Wapres terpilih, tetapi kurang memperhatikan
keberkesinambungan pembangunan pada periode pemerintahan berikutnya. Nah, kini
saatnya kita menggagas formula baru dalam perencanaan pembangunan yang lebih
partisipatif, sangat akomodatif terhadap kepentingan daerah, menjaga prinsip
berkesinambungan pembangunan, tetapi tetap bisa diwarnai dengan muatan visi,
misi, dan program khas pasangan Presiden dan Wapres terpilih,” pungkas Cholid
Mahmud. (SH/MIS)