Jumat, 13 April 2012

CHOLID MAHMUD: DPD RI BERJUANG LINDUNGI PRODUK DALAM NEGERI

H. Cholid Mahmud Reses di Pendopo Kecamatan Ngemplak Sleman


 RESES DI PENDOPO KECAMATAN NGEMPLAK
Dilaporkan Oleh: R. Toto Sugiharto

                “Katanya Indonesia kita ini negara agraris tapi kita cermati mengapa anggaran APBN untuk sektor pertanian sedikit sekali. Di lapangan, Petani dibebankan untuk kenaikan harga pupuk, meski harga gabah dinaikkan sedikit tetapi tidak memadai. Produk pertanian luar negeri kini membanjiri Indonesia. Sementara, produk pertanian negeri sendiri malah merana tak ketahuan nasibnya. Kami mohon masyarakat petani dilindungi dengan kebijakan yang propetani. Karena untuk sektor pertanian kita kalah jauh dengan luar negeri, seperti Vietnam dan Philipina. Kami juga mohon anggaran sektor Peternakan dinaikkan karena masyarakat pertanian dan peternakan saling berkaitan. Di samping itu, untuk pajak lahan pertanian terlalu tinggi, tolong dipikirkan kembali. Mohon besaran pajak untuk lahan pertanian dipertimbangkan lagi,” demikian diungkapkan oleh Pak Jono, Ketua Gapoktan/Petani dari Sindumartani dalam acara Jaring Aspirasi Masyarakat yang diselenggarakan anggota DPD RI, H. Cholid Mahmud di Pendopo Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman, Rabu malam, 11 April 2012 kemarin.
                Menanggapi masukan tersebut, anggota DPD RI dari DIY, H. Cholid Mahmud menyatakan, “Matur nuwun atas masukan Bapak Ibu. Insya Allah semua masukan, kami tampung dan kami tindaklanjuti. Sedang permasalahan yang terkait dengan APBN karena ini lingkup kerja komite saya, Komite IV, bisa saya sampaikan sedikit posisi masalahanya.” Selanjutnya Cholid Mahmud menjelaskan dengan sederhana.
                “Bapak Ibu, APBN  kita itu sekitar sebesar Rp 1.400 Trilyun. Pemasukan utama Negara kita, yakni 30% dari sektor pajak. Pemasukan lain, seperti hasil pemasukan dari SDA (sumber daya alam), pertambangan dan sebaiknya sangat kecil. DPD RI mendorong untuk meninjau kembali semua kontrak kerjasama dengan pihak asing karena kita hampir tak dapat apa-apa. Ini akibat kontrak kerjasama dengan asing yang mengikat sejak puluhan tahun lalu. Mungkin jaman Soekarno dan jaman Presiden Soeharto. Kita mendapat 15% dari seluruh pendapatan minyak dari pengeboran. 8% jadi bagian kontraktor. Sisanya untuk negara. Yang tak jelas kebenaran jumlah hasil penambangan itu sebenarnya berapa? Penghasilan dari penambangan minyak Rp 930 ribu/barel per hari tapi yang disepakati perkiraannya Rp 880 ribu/barel per hari.  Menanggapi masalah ini, ada usulan ekstrem, kekayaan semua perusahan pertambangan dinasionalisasi saja. Tetapi ternyata, kita  belum seberani sejauh itu.”
“Meski APBN kita sebesar sekitar Rp 1.400 Trilyun, ternyata uang yang beredar di masyarakat Rp 7.500 Trilyun (dari PDB). Ini artinya, uang masyarakat yang menggerakkan ekonomi (beredar di pasar) sebenarnya jauh lebih besar daripada uang negara. Pajak kita yang sekitar Rp 1.000 Trilyun dianggap masih terlalu kecil dibanding PDB-nya.  Karena itu kalau pajak bisa dikelola dengan bagus, tidak bocor kemana-mana, APBN kita InsyaAllah sudah memadai.
Perdebatan tentang kenaikan harga BBM yang lalu sebenarnya lebih menuntut pemerintah bisa memberikan alternatif kebijakan yang kondusif sebelum menaikkan harga BBM. Dalam RAPBN, kami juga memperjuangkan serius subsidi petani, mengingat 70% masyarakat di sektor pertanian tetapi subsidi kepada Petani masih sangat kecil. Hampir semua DPD di daerah menyuarakan tuntutan ini. Kami juga berjuang melindungi produk dalam negeri, sampai-sampai konsumsi produk luar negeri dilarang masuk di meja sidang anggota DPD RI. Ini kemauan untuk melindungi produk dalam negeri. Kita memang perlu menumbuhkembangkan semangat untuk mencintai produk dalam negeri sendiri,” pungkas Cholid Mahmud. (Rtoto).