Minggu, 30 Agustus 2015

Ir. H. Cholid Mahmud, MT: Perkuat Hak dan Kewenangan Konstitusional DPD RI


“Pada saat ini DPD RI terus berjuang agar hak-hak dan kewenangan konstitusionalnya dapat diperkuat dalam Sistem Ketatanegaraan NKRI”, demikian ditegaskan oleh Ir. H. Cholid Mahmud, M.T., anggota DPD RI dari DIY pada kegiatan sosialisasi Sistem Ketatanegaraan NKRI bertempat di rumah makan Goeboek Resto, Ahad, 30 Agustus 2015, pukul 13.30 – 15.00. Kegiatan ini dihadiri aktivis perempuan dan tokoh masyarakat dari berbagai pelosok Kabupaten Bantul. Kegiatan yang diinisiasi oleh Ir. H. Cholid Mahmud, M.T. ini bekerjasama dengan Pengurus Daerah “Salimah” (Persaudaraan Muslimah)  Kabupaten Bantul.
                    Dalam acara yang dikemas santai tapi serius tersebut, Cholid Mahmud  banyak menjelaskan tentang konstitusi UUD 1945, khususnya secara spesifik terkait dengan sistim ketatanegaraan Indonesia pasca amandemen UUD 1945. Menurut Cholid Mahmud, alasan kenapa UUD 1945 perlu diamandemen di antaranya karena beberapa substansi dalam UUD 1945 versi pra-amandemen dirasakan sudah tidak kompatibel lagi dengan kondisi Indonesia pasca reformasi. Contohnya, tentang keberadaan lembaga MPR yang diaturposisikan sebagai lembaga tertinggi Negara. Contoh lainnya, yaitu tentang adanya aturan dasar yang “fleksibel” sehingga memungkinkan multitafsir dalam pelaksanaannya. Misalnya, pasal tentang masa jabatan presiden dan wakil presiden.
      Proses amandemen UUD 1945 yang sampai saat ini telah terjadi sebanyak empat kali, memunculkan beberapa perubahan aturan dan bahkan juga muncul beberapa aturan baru dalam UUD NRI Tahun 1945. Contoh aturan yang berubah yaitu tentang keberadaan MPR yang berubah status dari lembaga tertinggi Negara menjadi lembaga tinggi Negara sehingga diharapkan akan tercipta check and balances di antara lembaga-lembaga Negara.  Sedangkan contoh untuk aturan baru yang muncul pasca amandemen yaitu aturan tentang keberadaan lembaga Negara baru yaitu Dewan Perwakilan Daerah dan Mahkamah Konstitusi.
    Menanggapi pertanyaan salah seorang peserta, Cholid Mahmud juga menyitir keberadaan DPD RI pada saat ini. Dikatakannya bahwa saat ini masyarakat sudah mulai mengenal lembaga baru yang bernama DPD RI itu. Ini tentu karena hasil kerja para anggota sepanjang tiga periode DPD yang telah berjalan selama ini. Sayangkan, lanjut Cholid, dalam pelaksanaan tugas legislasinya, saat ini DPD RI masih diperankansebatas memberikan pertimbangan kepada DPR, tidak sampai kepada proses pengambilan keputusan. Padahal semangatnya adalah bahwa dalam pelaksanaan tugas legislasi mestinya keterlibatan DPD sampai kepada tahapan pengambilam keputusanseperti dijalankan lembaga-lembaga sejenis DPD ini di Negara-negara lain. Apalagi Hasil Putusan MK menegaskan bahwa dalam bidang legislasi, antara DPD RI dan DPR RI setara. Olehkarena itu, saat ini DPD masih terus berjuang agar hak-hak dan kewenangan DPD di dalam konstitusi bisa lebih diperkuat lagi sehingga kinerjanyapun bisa lebih optimal lagi sebagaimana harapan masyarakat dan rakyat Indonesia di daerah. (MWR/MIS)

Kamis, 06 Agustus 2015

Koperasi Harus Jadi Ruh Ekonomi Nasional


           TRIBUNNEWS.COM – Sejak Indonesia memasuki zaman reformasi pada 1998 silam, koperasi belum menjadi perhatian serius berbagai kalangan. Padahal, koperasi merupakan sistem dan pemikiran yang harus menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Kehadirannya harus menjadi ruh semua kalangan dalam memperkuat ekonomi Indonesia.
           Saat ini berbagai langkah telah dilakukan untuk menghidupkan kembali peran koperasi. Salah satunya lewat regulasi hukum yang ada. Namun, jalan menuju ke sana cukup berliku. Tercatat, Undang-Undang (UU) No. 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian dibatalkan setelah Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan Nomor 23/PUU-XI/2013.
            Namun, putusan MK tersebut ternyata tidak membuat berbagai pihak menyerah untuk menumbuhkan koperasi kembali. Salah satu lembaga yang tidak menyerah itu adalah DPD RI. Lembaga negara yang menjadi representatif daerah itu mengkaji kembali naskah Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian di Universitas Gajah Mada (UGM), Rabu 5 Agustus 2015 silam.
            Dalam kesempatan itu, DPD RI mengutus Komite IV DPD RI yang dipimpin Cholid Mahmud untuk membahas uji sahih naskah UU tersebut. Bagi DPD RI, penyusunan RUU Perkoperasian memang termasuk hal yang penting dan mendesak dilakukan, mengingat koperasi saat ini belum menjadi gerakan ekonomi yang terstruktur rapi di Indonesia.
                Berdasarkan data pada Juni 2014 dari kementerian terkait, hanya ada sekitar 61 ribu koperasi yang aktif di seluruh Indonesia hingga saat ini. Itu artinya kurang dari 29 persen dari total keseluruhan koperasi yang tercatat resmi di Indonesia.
            Cholid Mahmud yang memimpin Komite IV DPD RI di acara uji sahih naskah RUU tersebut mengatakan, permasalahan inti pengembangan koperasi di Indonesia terletak pada filosofi dasar. Menurut ia, berdasar konstitusi yang bernama ekonomi Indonesia, memang mestinya disusun dalam sistem demokrasi ekonomi.
            Demokrasi ekonomi itu sendiri, kata Cholid, sesungguhnya adalah koperasi, dan itu harus menjadi semangat dasar dalam mengembangkan perekonomian nasional. Namun, mau tak mau, orang tidak bisa menutup mata koperasi saat ini berada dalam posisi di pinggir dan tidak terperhatikan dengan baik.
            Menurut Cholid, fakta dasar itu harus menjadi problem serius. Ia pun lalu mengajak pihak-pihak terkait  lain mendorong kembali koperasi ke tengah dan menjadi landasan dasar perekonomian nasional. Selain itu, pendidikan koperasi juga sangat penting dilakukan menurut Cholid. Sebab, semua itu merupakan pangkal utama yang mendasari koperasi berkembang.
            “Itu semua bisa kita tempuh kalau pembentukan koperasi diawali dari edukasi. Karena itu, dari usulan RUU pasal edukasi menjadi satu pasal yang penting,” katanya dalam kesempatan di UGM tersebut. Di sisi lain, masukan mengenai RUU Perkoperasian yang sedang digodok DPD RI disampaikan tim reviewer penyusunan akademik yang dipimpin Revrisond Baswir.
            Ia berharap DPD RI selaku penyusun RUU menuntaskan kajian-kajian yang bersifat akidah dulu, baru setelah itu membicarakan hal-hal yang bersifat teknis. Hal itu harus menjadi dasar penyusunan, kata Revrisond, dengan alasan biar ke depannya nasib RUU tidak lagi dibatalkan oleh MK seperti yang terjadi beberapa waktu lalu.
            Selain itu, Revrisond juga menekankan, pendidikan merupakan hal yang penting dalam berkoperasi. Tanpa pemahaman yang dalam, orang akan salah kaprah dalam berkoperasi. “Makhluk koperasi itu berbeda dari makhluk yang lain karena dia menghayati filsafat hidup yang berbeda dibanding manusia lain. Manusia koperasi adalah orang yang senang menolong, berbagi kemampuan, dan semua berlandas hubungan kekeluargaan yang saling memberdayakan dan menggenapkan,” tuturnya.
            Hingga Agustus 2015, RUU Perkoperasian yang sedang disiapkan DPD RI terdiri dari 20 bab, 78 pasal, 196 ayat, dan dilengkapi 7 peraturan pemerintah di pasal-pasal tertentu. Nantinya, diharapkan RUU tersebut dapat membuat sistem ekonomi Indonesia lebih ramah terhadap keberadaan koperasi, sehingga lembaga tersebut tidak lagi berada di pinggir dan tampak mengkhawatirkan seperti yang terjadi saat ini. (advertorial-tribunnews.com)