H. Cholid Mahmud Reses di Pendopo Kecamatan Ngemplak Sleman |
RESES DI PENDOPO KECAMATAN NGEMPLAK
Dilaporkan Oleh: R. Toto
Sugiharto
“Katanya Indonesia kita ini negara
agraris tapi kita cermati mengapa anggaran APBN untuk sektor pertanian sedikit
sekali. Di lapangan, Petani dibebankan untuk kenaikan harga pupuk, meski harga
gabah dinaikkan sedikit tetapi tidak memadai. Produk
pertanian luar negeri kini membanjiri Indonesia. Sementara, produk pertanian negeri sendiri malah merana tak ketahuan nasibnya. Kami mohon masyarakat petani dilindungi dengan
kebijakan yang propetani.
Karena untuk sektor pertanian kita kalah jauh dengan luar negeri, seperti Vietnam dan Philipina. Kami juga mohon anggaran sektor Peternakan dinaikkan karena masyarakat pertanian dan peternakan saling berkaitan. Di samping itu, untuk
pajak lahan pertanian terlalu tinggi,
tolong dipikirkan kembali. Mohon besaran pajak untuk lahan pertanian dipertimbangkan lagi,” demikian diungkapkan oleh Pak Jono,
Ketua Gapoktan/Petani dari Sindumartani dalam acara Jaring Aspirasi Masyarakat yang diselenggarakan anggota DPD RI, H. Cholid Mahmud di Pendopo Kecamatan Ngemplak Kabupaten
Sleman, Rabu malam, 11 April 2012 kemarin.
Menanggapi masukan tersebut,
anggota DPD RI dari DIY, H. Cholid Mahmud menyatakan, “Matur nuwun atas masukan Bapak Ibu. Insya Allah semua masukan, kami
tampung dan kami tindaklanjuti. Sedang permasalahan yang terkait dengan APBN karena ini lingkup kerja komite saya,
Komite IV, bisa saya sampaikan sedikit posisi masalahanya.”
Selanjutnya Cholid Mahmud menjelaskan dengan sederhana.
“Bapak Ibu, APBN kita itu sekitar sebesar Rp 1.400 Trilyun.
Pemasukan utama Negara kita, yakni 30% dari sektor pajak. Pemasukan lain,
seperti hasil pemasukan dari SDA (sumber daya alam), pertambangan dan sebaiknya
sangat kecil. DPD RI mendorong untuk meninjau kembali
semua kontrak kerjasama dengan pihak asing karena kita hampir tak dapat
apa-apa. Ini akibat kontrak kerjasama dengan asing yang mengikat sejak puluhan
tahun lalu. Mungkin jaman Soekarno dan
jaman Presiden Soeharto. Kita
mendapat 15% dari seluruh pendapatan minyak dari pengeboran. 8% jadi bagian
kontraktor. Sisanya untuk negara. Yang tak jelas
kebenaran jumlah hasil penambangan
itu sebenarnya berapa? Penghasilan dari penambangan minyak Rp 930 ribu/barel
per hari tapi yang disepakati perkiraannya Rp 880 ribu/barel per hari. Menanggapi masalah ini, ada usulan ekstrem, kekayaan
semua perusahan pertambangan dinasionalisasi saja. Tetapi ternyata, kita belum
seberani sejauh itu.”
“Meski APBN kita sebesar sekitar Rp 1.400 Trilyun,
ternyata uang yang beredar di masyarakat Rp 7.500 Trilyun (dari PDB). Ini artinya, uang
masyarakat yang menggerakkan ekonomi (beredar di pasar) sebenarnya jauh lebih
besar daripada uang negara. Pajak
kita yang sekitar Rp 1.000 Trilyun dianggap masih terlalu kecil dibanding
PDB-nya. Karena itu kalau pajak bisa
dikelola dengan bagus, tidak bocor
kemana-mana, APBN kita InsyaAllah sudah memadai.”
“Perdebatan tentang kenaikan harga BBM yang lalu sebenarnya lebih menuntut pemerintah bisa memberikan alternatif kebijakan yang kondusif sebelum menaikkan harga
BBM. Dalam RAPBN, kami juga memperjuangkan serius subsidi petani, mengingat 70%
masyarakat di sektor pertanian tetapi subsidi kepada Petani masih sangat kecil.
Hampir semua DPD di daerah
menyuarakan tuntutan ini. Kami juga
berjuang melindungi produk
dalam negeri, sampai-sampai konsumsi produk
luar negeri dilarang masuk di meja sidang anggota DPD RI. Ini kemauan untuk
melindungi produk dalam negeri. Kita
memang perlu menumbuhkembangkan semangat untuk mencintai
produk dalam negeri sendiri,” pungkas Cholid
Mahmud. (Rtoto).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar