H. Cholid Mahmud:
OMNIBUS LAW DIKHAWATIRKAN
MENGARAH KE OTORITERISME DAN SENTRALISASI GAYA BARU
Kehadiran "Omnibus Law" Era Pemerintahan Pak Jokowi dikhawatirkan mengarah ke sentralisasi gaya baru. Hal ini karena Omnibus Law ini bersifat 'hangabehi' dan 'sapu jagat', yakni pengaturan isu besar tertentu dihandle oleh Pemerintah Pusat dan Kementerian atas nama demi pertumbuhan ekonomi nasional dan berlaku di seluruh wilayah dan daerah tanpa terkecuali."
Demikian diungkapkan H. Cholid Mahmud, anggota MPR RI dari DIY dalam Kegiatan Sosialisasi Tata Kehidupan Berbangsa dan Bernegara MPR RI di Ruang Serba Guna Gedung DPD RI DIY Jumat, 7 Februari 2020 malam. Acara yang diselenggarakan bekerjasama dengan PW IKADI DIY ini dihadiri da'i-da'i IKADI dan tokoh agama dari berbagai pelosok DIY serta berlangsung hikmat dan penuh antusias.
Selanjutnya, H. Cholid Mahmud menjelaskan, "Hal ini merupakan tradisi baru dalam paradigma hukum di Indonesia. Dengan Omnibus Law ini, kewenangan Pemerintah Daerah banyak dipangkas, Bahkan, di sidang parleman sudah muncul kekhawatiran Mendagri diberi kemungkinan bisa memberhentikan dan memecat Gubernur, Bupati dan Walikota pilihan rakyat apabila mereka melanggar Omnibus Law tersebut. Hal ini dikhawatirkan memunculkan bentuk otoriterisme baru dan terpinggirkannya aspirasi dan kepentingan rakyat di daerah".
H. Cholid Mahmud juga mengungkapkan, latar belakang dimunculkannya Omnibus Law ini karena sistem birokrasi di Indonesia dinilai sangat kaku dan peraturan minded. "Birokrasi peraturan minded ini diperkuat dengan paradigma pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Inspektorat bahwa hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan adalah pelanggaran hukum yang berkonsekuensi pada sangsi administrasi, hukum, dan pemecatan. Kondisi ini membawa konsekuensi pula pada pelayanan yang tidak efisien, panjang, berbelit, makan waktu, dan lambat. Kondisi birokrasi ini juga menjadi peluang tumbuh suburnya praktek-praktek korupsi di daerah."
Kata Cholid, "Kondisi seperti itulah yang akan di atasi dengan dihadirkannya omnibus law tersebut. Tujuan mulianya konon untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dengan tiga sasaran utama yakni omnibus law UU Perpajakan, UU Cipta Lapangan Kerja, dan UU Pemberdayaan UMKM. Akan tetapi, di balik itu semua tidak menutup kemungkinan adanya pihak-pihak tertentu yang menumpangkan kepentingan tersembunyi. Hal inilah yang di dikhawatirkan mengabaikan kepentingan berbagi pihak di antaranya oleh teman-teman dari serikat buruh dan penggerak perkoperasian nasional. Bagaimana kelanjutan omnibus law ini? Itulah yang perlu kita cermati bersama agar tidak mengarah pada pengabaian kepentingan kaum buruh, aspirasi dan kepentingan rakyat daerah, serta tidak memunculkan otoriterisme baru dan sentralisasi gaya baru. Oleh karena itu, dalam proses pematangan Omnibus Law tersebut, sebaiknya Pemda, Serikat Pekerja, dan pihak-pihak terkait lainnya harus ikut diajak berembug," pungkasnya. (SH/MIS)