Senin, 12 Maret 2012

PENGURANGAN DAMPAK HARUS MENYELURUH


PEMERINTAH TERSANDERA HARGA BBM
(dikutip dari Kedaulatan Rakyat, Minggu Wage, 11 Maret  2012 (17 Bakdamulud 1945) Halaman 2)
       YOGYA (KR) – Kebijakan mengurangi dampak buruk akibat kenaikan harga BBM harus menyeluruh. Tidak hanya diarahkan kepada kelompok masyarakat miskin, tetapi juga diarahkan kepada antisipasi kerugian masyarakat, khususnya sektor usaha akibat kenaikan harga BBM.
     “Banyak sekali akibat buruk dari kenaikan harga BBM. Jika hanya diberikan bantuan langsung selama 2-3 bulan saja tidak cukup. Sementara dampak kebijakan itu membuat jumlah warga miskin meningkat. Untuk memulihkan, membutuhkan waktu yang tidak singkat,” ujar Ketua Jogjakarta Transparansi Winarta dalam Diskusi Terbatas tentang Rencana Perubahan APBN 2012 (APBN-P) yang digelar oleh anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari DIY H Cholid Mahmud, Sabtu (10/3). Diskusi menghadirkan sejumlah peserta dari staf ahli DPR RI, aktivis kampus hingga wartawan.
     Menurut Winarta, pengalaman telah memberikan gambaran bahwa kenaikan harga BBM telah menggiring pada situasi sulit masyarakat, pengusaha, dan sarana transportasi. Namun demikian, jangan sampai kenaikan harga BBM menjadikan alasan pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan.
     Karena itu, pemerintah diharapkan memperhatikan juga dampak dimaksud. Termasuk di antaranya memberikan bantuan kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sehingga mereka tetap dapat berproduksi dengan baik.
     Selain itu, pemerintah daerah sebagai pihak yang langsung berhadapan dengan rakyat, harus dilibatkan dalam upaya mengatasi dampak tersebut.
     Cholid Mahmud mengungkapkan dalam Rencana APBN-P 2012, pemerintah mengusulkan alokasi dana Rp 25,564 triliun untuk kompensasi pengurangan subsidi energi. Diharapkan dana tersebut disalurkan dengan tepat sasaran. 
     Diakui Cholid, meningkatnya konsumsi BBM dalam negeri tak lepas dari meningkatnya kepemilikan kendaraan bermotor. Tumbuh pesatnya kendaraan bermotor tersebut telah menggiring Indonesia yang dulu dikenal sebagai pengekspor minyak, kini menjadi pengimpor minyak. 
     “Butuh kebijakan energi nasional untuk mengerem laju konsumsi BBM yang terus naik tersebut,” ujarnya.
Sedangkan Staf Ahli DPR RI, Suprih Hidayat, S Sos menilai pemerintah dari waktu ke waktu selalu terjebak dengan naiknya harga minyak dunia, yang memaksa harus menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri. Akibatnya, kenaikan itu membawa dampak buruk, yakni munculnya gejolak sosial di masyarakat.
     “Siapa pun yang memerintah negeri ini, selalu tersandera dengan harga BBM. Untuk lepas dari itu perlu kebijakan energi nasional yang menyeluruh, yang dapat mengerem kenaikan konsumsi BBM dalam negeri, sehingga subsidinya bisa digunakan untuk kepentingan rakyat yang lebih menyentuh,” ujarnya. (Jon)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar