Sri Sultan HB X Foto: Benny N Joewono/Kompas.com |
BATAM, KOMPAS.com - Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan, keistimewaan Yogyakarta sebagai bagian dari ijab kabul yang keberadaannya diakui oleh konstitusi sehingga Pemerintah Pusat diminta berkomitmen agar merampungkan Rancangan Undang-undang Keistimewaan DIY.
"Keistimewaan DIY merupakan bagian dari ijab kabul yang disepakati oleh pendiri bangsa," kata Sri Sultan, di sela-sela acara Silaturahmi Kagama, di Batam, Minggu (26/9/2010).
"Keistimewaan DIY merupakan bagian dari ijab kabul yang disepakati oleh pendiri bangsa," kata Sri Sultan, di sela-sela acara Silaturahmi Kagama, di Batam, Minggu (26/9/2010).
Sri Sultan mengatakan ijab kabul itu ditandai dengan komitmen Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Paku Alaman bergabung dengan Republik Indonesia pada 5 September 1945.
Maklumat 5 September 1945 antara lain menyatakan bahwa Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat yang bersifat kerajaan adalah daerah istimewa dari NKRI.
Sultan sebagai kepala daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat dan Sultan bertanggungjawab atas Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat langsung kepada Presiden RI.
Secara alur sejarah, lanjut dia, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII usai Proklamasi 17 Agustus 1945 langsung mengirimkan telegram ke Jakarta yang berisi dukungan kemerdekaan Republik Indonesia.
Langkah itu langsung disikapi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan memasukkan poin keistimewaan Yogyakarta dalam pasal 18 UUD 1945 dan diatur dalam pasal peralihan.
Menurut Sri sultan, dalam kurun waktu antara 18 Agustus-5 September 1945 Pemerintah Republik Indonesia dan dua pemerintahan di Yogyakarta terus melakukan komunikasi intensif dan baru pada 6 September 1945 piagam pengakuan dari pemerintah pusat dikirimkan ke Yogyakarta.
"Inilah yang disebut dengan ijab kabul antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Paku Alaman," jelas Sultan.
"Inilah yang disebut dengan ijab kabul antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Paku Alaman," jelas Sultan.
Menurut dia saat ini yang perlu dipertanyakan adalah komitmen Pemerintah Pusat terhadap keistimewaan DIY, yang RUU-nya belum juga rampung.
"Silakan saja kalau tidak mengakui ijab kabul antara Sultan Hamengku Buwono IX dan Presiden Soekarno saat itu, tetapi ya, tanya rakyat Yogyakarta dulu," kata Sultan mengingatkan.
"Silakan saja kalau tidak mengakui ijab kabul antara Sultan Hamengku Buwono IX dan Presiden Soekarno saat itu, tetapi ya, tanya rakyat Yogyakarta dulu," kata Sultan mengingatkan.
Sultan mengatakan pembahasan Rancangan Undang-undang Keistimewaan Yogyakarta masih di Panitia Kerja (Panja) DPR RI. Dia engaku tidak tahu apa yang menjadi kendala tersendatnya penyelesaian RUU Keistimewaan DIY ini.
Namun dia mengharapkan RUU Keistimewaan Yogyakarta tersebut sudah dapat disahkan dalam waktu dekat dikarenakan jabatan Gubernur DIY yang disandang Sri Sultan akan berakhir bulan Oktober 2011.
Sri Sultan menyatakan dirinya tetap berkomitmen mendukung Pemerintah Republik Indonesia namun juga berpesan agar Pemerintah Pusat jangan meninggalkan ijab kabul tersebut.
Pembahasan RUU Keistimewaan Yogyakarta antara Pemerintah dan DPR tinggal menyelesaikan pembahasan satu pasal RUU tersebut terkait mekanisme pengisian jabatan gubernur-wakil gubernur DIY.
Pemerintah dan DPR belum mendapatkan titik temu mengenai pengisian jabatan gubernur-wakil gubernur DIY diatur dengan cara penetapan Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam yang bertakhta atau melalui pemilihan.
Editor: Benny N Joewono | Sumber : ANTLoading...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar